Kasus Mangione semakin memanas. Pengacara pembela berupaya keras untuk mengecualikan bukti kunci—khususnya, apa yang diklaim otoritas sebagai senjata api hasil cetak 3D. Jaksa? Mereka berjuang mati-matian agar bukti tersebut tetap dapat diterima.
Ini bukan sekadar drama pengadilan biasa. Persimpangan antara teknologi manufaktur yang sedang berkembang dan preseden hukum menimbulkan pertanyaan yang juga kita lihat dalam regulasi aset digital. Apakah bukti yang bersumber dari metode produksi terdesentralisasi dapat menghadapi pengawasan berbeda? Bagaimana kerangka hukum tradisional beradaptasi ketika alat-alatnya sendiri mengaburkan batas yurisdiksi?
Hasilnya bisa menetapkan preseden yang menarik. Bukan hanya untuk terdakwa ini, tetapi juga untuk cara pengadilan menangani bukti yang terkait dengan teknologi yang berada di luar rantai pasokan konvensional. Sesuatu yang layak untuk dipantau mengingat kejelasan regulasi masih menjadi tantangan utama industri ini.
Lihat Asli
Halaman ini mungkin berisi konten pihak ketiga, yang disediakan untuk tujuan informasi saja (bukan pernyataan/jaminan) dan tidak boleh dianggap sebagai dukungan terhadap pandangannya oleh Gate, atau sebagai nasihat keuangan atau profesional. Lihat Penafian untuk detailnya.
15 Suka
Hadiah
15
4
Posting ulang
Bagikan
Komentar
0/400
SighingCashier
· 12-08 12:40
Soal senjata api hasil 3D printing ini, kerangka hukumnya benar-benar sudah tertinggal oleh teknologinya... batas-batas regulasi makin lama makin kabur.
Lihat AsliBalas0
BTCBeliefStation
· 12-08 12:36
Senjata api hasil cetak 3D dijadikan barang bukti? Kerangka hukum benar-benar harus mengikuti perkembangan teknologi, kalau tidak masalah di kemudian hari akan lebih besar.
Lihat AsliBalas0
MoneyBurnerSociety
· 12-08 12:27
Soal 3D print senjata, sebenarnya intinya adalah teknologi berjalan lebih cepat dari hukum... Begitu putusan pengadilan keluar, para pelaku DeFi di belakangnya juga mungkin akan kena getahnya.
Lihat AsliBalas0
DeFiDoctor
· 12-08 12:24
Masalah bukti senjata api hasil 3D printing... Catatan pemeriksaan menunjukkan, ini pada dasarnya sama dengan beberapa kerentanan kode protokol DeFi tahun lalu—kerangka hukum sama sekali belum memikirkan cara menangani produk yang dihasilkan secara terdesentralisasi. Jika keputusan pengadilan kali ini bermasalah, akan ada banyak kasus "daerah abu-abu" yang mengikuti. Disarankan untuk secara berkala meninjau kembali yurisprudensi terkait.
Kasus Mangione semakin memanas. Pengacara pembela berupaya keras untuk mengecualikan bukti kunci—khususnya, apa yang diklaim otoritas sebagai senjata api hasil cetak 3D. Jaksa? Mereka berjuang mati-matian agar bukti tersebut tetap dapat diterima.
Ini bukan sekadar drama pengadilan biasa. Persimpangan antara teknologi manufaktur yang sedang berkembang dan preseden hukum menimbulkan pertanyaan yang juga kita lihat dalam regulasi aset digital. Apakah bukti yang bersumber dari metode produksi terdesentralisasi dapat menghadapi pengawasan berbeda? Bagaimana kerangka hukum tradisional beradaptasi ketika alat-alatnya sendiri mengaburkan batas yurisdiksi?
Hasilnya bisa menetapkan preseden yang menarik. Bukan hanya untuk terdakwa ini, tetapi juga untuk cara pengadilan menangani bukti yang terkait dengan teknologi yang berada di luar rantai pasokan konvensional. Sesuatu yang layak untuk dipantau mengingat kejelasan regulasi masih menjadi tantangan utama industri ini.